Penderita diabetes melitus berisiko mengalami komplikasi kerusakan organ, salah satunya retinopati diabetikum pada organ mata. Retinopati diabetikum adalah suatu kelainan pembuluh darah progresif pada retina yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh darah halus yang ditemukan pada penderita diabetes melitus.
“Berdasar data WHO, retinopati diabetikum adalah gangguan penglihatan kelima dan penyebab kebutaan keempat di dunia. Secara global, jumlah penderita retinopati diabetikum akan tumbuh dari 126,6 juta pada tahun 2010 menjadi 191,0 juta pada tahun 2030,” kata dokter spesialis mata sub bagian Vitreoretina Departemen Mata RSUP Dr M Djamil dr Weni Helvinda SpM (K) saat Penyuluhan Kesehatan Mata di Klinik Mata Gedung Administrasi dan Instalasi Rawat Jalan, Selasa (2/10).
Penyuluhan yang diadakan oleh Instalasi Promosi Kesehatan dan KSM Mata ini diadakan dalam rangka Hari Penglihatan Mata Internasional yang jatuh pada 10 Oktober.
Ia menjelaskan retinopati diabetikum pada pasien diabetes melitus terjadi karena adanya kebocoran pembuluh darah mikro dan makrovaskular. Di bagian mata, terutama retina, terdapat banyak sekali pembuluh darah mikrovaskuler yang rentan mengalami kebocoran dan penyumbatan. Kondisi ini disebabkan oleh kerusakan akibat tingginya kadar gula darah serta proses stres oksidatif. “Ketika terjadi kebocoran dan sumbatan pembuluh darah pada retina, saraf mata tidak dapat mendapat suplai darah yang cukup sehingga terjadi kerusakan dan menyebabkan hilangnya penglihatan,” ucapnya.
Pada kasus lanjutan, sumbatan pembuluh darah memicu pembentukan pembuluh darah baru yang abnormal, rapuh, dan mudah pecah sehingga menyebabkan perdarahan di badan kaca dan retina penderita retinopati diabetikum. Jaringan fibrovaskular yang menarik jaringan retina juga dapat terbentuk sehingga menyebabkan ablasio retina atau terlepasnya saraf mata.
“Pembentukan pembuluh darah di jalan keluar cairan bola mata juga dapat meningkatkan tekanan bola mata dan menyebabkan rasa nyeri luar biasa,” tuturnya.
Retinopati diabetikum, sebut dr Weni, terbagi menjadi dua bentuk utama nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetikum nonproliferatif (NPDR) adalah tahap awal penyakit di mana gejalanya ringan atau tidak ada sama sekali. “Sedangkan retinopati diabetikum proliferatif (PDR) merupakan komplikasi lanjut dari retinopati diabetik,” ucapnya.
dr Weni mengatakan penderita retinopati diabetikum biasanya mengalami gejala berupa penglihatan menurun, bercak hitam pada penglihatan mata, dan bayangan hitam yang melayang (f baters).
“Sementara tanda-tandanya berupa mikroaneurisma, perdarahan, soft eksudat, hard eksudat, edema retina dan neovaskularisasi,” paparnya.
Menurut dr Weni, penanganan terbaik kasus ini adalah dengan pencegahan. Pertama, kegiatan olahraga atau aktivitas fisik selama 30 menit per hari (5 kali seminggu), kedua diet seimbang yang sesuai kebutuhan dan batasi asupan gula, garam dan lemak.
Ketiga menurunkan berat badan terutama bagi yang memiliki kondisi obesitas. Keempat berhenti mengonsumsi alkohol dan berhenti merokok.
“Kelima pemakaian obat anti diabetikum secara teratur sesuai anjuran dokter, keenam kontrol gula darah kolesterol secara berkala. Terakhir cek kesehatan mata secara berkala,” tutur dr Weni.
Bagi pasien yang telah terdiagnosis retinopati diabetik, sebut dr Weni, harus menjalani follow-up, laser, obat anti-VEGF dan vitrektomi. “Vitrektomi adalah operasi untuk membuang cairan vitreus (vitreus) mata. Cairan vitreus adalah zat seperti gel yang mengisi bagian tengah bola mata,” sebutnya.
Ia menekankan perlu peran pasien, keluarga pasien dan seluruh lapisan masyarakat, termasuk tenaga kesehatan, dalam menyebarluaskan pengetahuan terkait penyakit ini. “Pasien-pasien diabetes melitus perlu lakukan skrining secara rutin, sehingga penderita retinopati diabetikum segera terdeteksi. Bagi yang mengalami gejala penyakit tersebut, mohon segera cek ke dokter spesialis mata terdekat,” tukasnya.(*)