Jarum jam masih di angka 09.30, Selasa (8/10), saat sejumlah perempuan dan laki-laki sibuk memasak di dapur. Ada yang merebus air, menanak nasi, meracik sayur, memasak makanan, hingga menyajikan makanan yang akan dibawa pramusaji.
Selain ketelitian, porsi yang mereka masak juga besar. Bahkan cukup untuk memenuhi kebutuhan makan ratusan orang sekaligus.
Ini bukan dapur sembarang dapur. Ini adalah dapur Instalasi Gizi RSUP Dr M Djamil yang setiap hari melayani kebutuhan makan pasien rawat inap di sana.
Salah seorang juru masak Afriani Warsi (40) sibuk mempersiapkan snack yang baru siap digoreng. Tangannya dengan penuh cekatan menyusun dan mengemas snack tersebut. “Snack ini untuk pasien rawat inap kelas 1 dan kelas 2,” kata Afriani Warsi.
Afriani bercerita sudah 18 tahun ia bekerja sebagai juru masak di Instalasi Gizi. Memasak makanan di rumah sakit memerlukan tingkat ketelitian dan detail yang berbeda. Jenis makanan untuk pasien cukup beragam. Terdiri dari makanan utama, diet, menu cair, menu lunak, serta extra fooding.
“Kami sebagai juru masak harus mampu mengolah beragam menu tersebut,” tutur alumni Universitas Negeri Padang ini.
Ia mengatakan juru masak juga mesti mampu mengolah makanan cair untuk pasien yang makan dengan sonde atau selang.
“Kami harus memasak sesuai diet mereka. Tentu saja, berkoordinasi dengan ahli gizi yang memberitahu cara mengolahnya mengikuti resep dan takaran sesuai petunjuk,” ungkap Warsi–akrab dipanggil.
Ia menekankan para juru masak harus mengolah makanan sehat dengan enak dan lezat. “Saya dan juru masak yang lain berusaha keras meracik makanan dengan enak. Serta menyajikan dengan bentuk menarik. Sehingga menggugah selera makan pasien,” tutur Warsi.
Berbagai tantangan pun telah dijalaninya sebagai juru masak. “Kala gempa 30 September 2009 mengguncang, gedung kami mengalami kerusakan. Kondisi ini kami tetap memasak untuk pasien di tenda pada teras bagian luar gedung,” tuturnya.
Begitu juga ketika bencana banjir. Ia tidak bisa masuk ke Instalansi Gizi karena banjir menghambat akses masuk ke rumah sakit. Ia tetap mencari jalan alternatif agar bisa masuk ke dapur Instalansi Gizi untuk memasak. “Kalo tidak memasak, bagaimana pasien memenuhi asupan gizinya,” ungkap Warsi.
Meski demikian, setiap tantangan itu dia hadang dan tetap menyajikan makanan enak untuk pasien rawat inap. “Ini semua dilakukan demi kesembuhan pasien,” tegasnya.
Meski tak begitu terlihat, peran dan kontribusi juru masak di Instalasi Gizi sangat besar bagi kesembuhan pasien.(*)